Dunia saat ini berada di titik balik geopolitik. Amerika Serikat, Tiongkok, dan negara-negara Dunia Ketiga memainkan peran penting dalam membentuk tatanan global baru. Aliansi tradisional bergeser, dan negara berkembang semakin vokal menentukan arah politik dunia.
AS masih mengandalkan kekuatan militer dan jaringan aliansi seperti NATO. Namun, pengaruhnya mulai digoyang Tiongkok yang agresif lewat inisiatif Belt and Road serta dominasi di bidang teknologi.
Negara Dunia Ketiga kini bukan hanya pengikut, tetapi mulai menjadi kekuatan penyeimbang. Forum BRICS dan G20 menunjukkan bahwa negara-negara berkembang memiliki kepentingan bersama untuk memperjuangkan keadilan ekonomi global.
Perubahan ini memicu ketegangan baru. AS berusaha membatasi pengaruh Tiongkok dengan embargo teknologi, sementara Tiongkok menggandeng negara berkembang lewat investasi infrastruktur. Negara Dunia Ketiga berada di tengah, mencoba mengambil keuntungan dari kedua belah pihak.
Namun, situasi ini juga penuh risiko. Negara kecil bisa terjebak dalam konflik kepentingan jika tidak pandai memainkan diplomasi. Aliansi yang salah bisa berdampak pada ekonomi dan keamanan mereka.
Meski begitu, peluang besar juga terbuka. Negara Dunia Ketiga bisa memanfaatkan persaingan dua raksasa ini untuk meningkatkan daya tawar, memperoleh teknologi, dan akses pasar.
Aliansi global yang berubah menunjukkan bahwa dunia tidak lagi unipolar. Distribusi kekuatan kini lebih kompleks dan dinamis.
Pertanyaannya: apakah pergeseran ini akan membawa keseimbangan baru, atau justru konflik yang lebih intens di masa depan?

 
 