Lanskap hiburan digital di Asia sedang memanas dengan “perang streaming” yang sengit antara raksasa global seperti Netflix dan Disney+, serta pemain lokal yang tangguh. Dengan populasi yang besar dan tingkat penetrasi internet yang terus meningkat, Asia telah menjadi medan pertempuran utama bagi platform streaming yang memperebutkan perhatian dan langganan konsumen. Netflix, sebagai pionir, telah mengukir namanya dengan konten global yang beragam, termasuk drama Korea yang populer, sementara Disney+ menarik perhatian dengan katalog konten keluarga yang kuat dan merek-merek ikonik.
Namun, dominasi pemain global tidaklah mutlak. Platform lokal seperti Viu, Iflix (sekarang bagian dari WeTV), dan berbagai layanan streaming yang didukung oleh operator telekomunikasi, memiliki keunggulan kompetitif dalam memahami selera dan preferensi konten regional. Mereka menawarkan drama lokal, film, dan acara TV yang disesuaikan dengan budaya dan bahasa setempat, yang seringkali lebih relevan bagi audiens Asia. Konten eksklusif dan kemitraan dengan studio lokal menjadi strategi kunci untuk menarik dan mempertahankan pelanggan.
Perang ini tidak hanya tentang konten, tetapi juga tentang harga dan kemudahan akses. Pemain lokal seringkali menawarkan paket langganan yang lebih terjangkau, serta opsi pembayaran yang disesuaikan dengan pasar lokal. Selain itu, mereka memiliki pemahaman yang lebih baik tentang infrastruktur internet di berbagai negara, mengoptimalkan layanan mereka untuk kondisi jaringan yang beragam, termasuk di daerah dengan konektivitas yang terbatas.
Ke depan, persaingan ini kemungkinan akan semakin intens. Inovasi dalam personalisasi konten, kualitas streaming, dan penawaran bundling dengan layanan lain akan menjadi kunci untuk memenangkan hati konsumen. Kolaborasi antara pemain global dan lokal, atau bahkan konsolidasi pasar, mungkin akan terjadi untuk menciptakan platform yang lebih kuat dan mampu memenuhi tuntutan pasar Asia yang dinamis.

